Jumat, 06 Agustus 2010

POTENSI PEMBELAJARAN INKUIRI DIPADU KOOPERATIF

POTENSI PEMBELAJARAN BIOLOGI INKUIRI DIPADU KOOPERATIF DALAM PEMBERDAYAAN BERPIKIR DAN KETERAMPILAN PROSES PADA SISWA UNDER ACHIEVMENT

(Optimalisasi Sains untuk Memberdayakan Manusia: ISBN: 978-979-028-272-8)


Oleh:

Baskoro Adi Prayitno



Abstrak

Pembelajaran biologi sering mendapat kritikan. Nilai mata pelajaran biologi memang relatif lebih tinggi dibandingkan nilai mata pelajaran sains lainnya. Namun, masih banyak persoalan pembelajaran biologi yang harus segera ditangani misalnya: (1) Pergeseran orientasi belajar siswa yang lebih menekankan kegiatan menghafal daripada menalar atau berpikir, (2) Pembelajaran lebih berorirentasi pada produk, (3) Pembelajaran biologi pada ranah kognitif terendah. Siswa tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya, dan 4) penguasaan keterampilan proses sains siswa rendah. Permasalahan tersebut disebabkan oleh kecenderungan guru memandang biologi hanya sebagai kumpulan produk sains. Biologi diajarkan sebagai kumpulan produk yang harus dihafal oleh siswa.

Di sisi lain, biologi terdiri dari dua komponen produk dan proses. Biologi sebagai produk diartikan sebagai struktur pengetahuan yang terorganisasi. Struktur biologi terdiri dari, fakta, konsep, dan generalisasi. Biologi sebagai proses diartikan sebagai proses dan sarana berpikir. Belajar biologi bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan pengetahuan biologi saja. Belajar biologi juga usaha mengembangkan keterampilan berpikir serta usaha mengasah keterampilan proses sains untuk memecahkan masalah secara ilmiah.

Permasalah lain yang cukup serius untuk segera diselesaikan adalah membantu siswa under achievment sejajar dengan siswa akademik atas. Anggapan yang berkembang, siswa under achievment selamanya akan berprestasi rendah. Padahal, secara teoritis siswa under achivement dapat disejajarkan prestasi belajarnya dengan siswa berkemampuan akademik atas jika waktu belajar mereka cukup. Siswa berkemampuan akademik atas membutuhkan waktu lebih singkat dalam menguasai hasil belajar dibandingkan dengan siswa under achievment. Permasalahannya, sebagian besar sekolah memberikan alokasi waktu belajar yang sama bagi semua siswa tanpa melihat kemampuan akademik secara individu.

Berdasarkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan di atas, pembelajaran biologi perlu ditempatkan kembali sebagai produk dan proses. Pembelajaran biologi diharapkan: 1) Mampu mengembangkan kemampuan berpikir, 2) Melatih keterampilan proses sains, dan 3) Mampu menolong siswa under achievment sejajar dengan siswa akademik atas.

Solusi alternatif pembelajaran biologi inovatif yang dinilai memenuhi ketiga harapan tersebut adalah pemaduan sintaks pembelajaran inkuiri dengan sintaks pembelajaran kooperatif. Beberapa dasar pertimbangan pemaduan sintaks pembelajaran inkuiri dan kooperatif didasarkan karakter kedua strategi tersebut. Pembelajaran inkuiri dipadu kooperatif mempunyai dua karakter dasar yaitu, karakter pembelajaran inkuiri dan kooperatif. Karakter pembelajaran Inkuiri menuntut siswa menemukan sebuah pengetahuan sebagaimana ilmuwan menemukan dan mengembangkan ilmu. Karakter pembelajaran inkuiri membantu siswa menguasai keterampilan proses sains dengan lebih baik. Sintaks pembelajaran inkuiri seperti: (1) Merumuskan masalah, (2) Merumuskan hipotesis, (3) Menguji jawaban tentatif, dan (4) Menarik dan menerapkan kesimpulan. Menuntut siswa bekerja dengan kemampuan berpikir tertinggi mereka, sehingga kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa menjadi terlatihkan dengan baik.

Karakter pembelajaran kooperatif menuntut siswa mampu saling belajar satu sama lain melalui kegiatan diskusi. Melalui kegiatan diskusi-diskusi semacam ini akan memunculkan konflik kognitif pada diri siswa. Konsekuensinya, siswa tidak hanya bekerja dalam ranah berpikir rendah namun sudah mengacu pada berfikir tinggi. Pemberian penghargaan kelompok pada pembelajaran kooperatif membuat siswa sadar diri atas tanggungjawab pribadinya, karena mereka sadar bahwa teman sekelompok mereka menginginkan semua mereka belajar dan saling membelajarkan. Penghargaan kelompok merupakan lambang keberhasilan meraih prestasi sebagai pembuktian status sosial mereka di dalam kelas.

Pembelajaran inkuiri dipadu kooperatif yang pada dasarnya mempunyai karakter kooperatif secara teoritis mampu mensejajarkan siswa under achivement sejajar dengan siswa berkemampuan akademik atas. Pendapat di atas sejalan dengan Slavin (2005), bahwa perilaku-perilaku siswa yang muncul dalam kelompok kooperatif seperti perluasan kognitif, pengajaran oleh teman, permodelan oleh teman, motivasi untuk membantu teman kelompok untuk belajar, dan pembenaran dan koreksi untuk teman terbukti akan meningkatkan prestasi belajar siswa baik pada siswa berkemampuan akademik atas maupun siswa berkemampuan akademik bawah. Merujuk teori yang dikemukakan oleh Caroll terkait dengan keberhasilan dan prestasi belajar siswa yang sebenarnya bukan ditentukan oleh kemampuan akademik tetapi ditentukan oleh alokasi waktu yang diberikan kepada siswa untuk belajar. Maka pembelajaran inkuiri terbimbing dipadu pembelajaran kooperatif mampu menyediakan waktu lebih bagi siswa berkemampuan akademik rendah untuk belajar dengan bantuan kawan satu kelompoknya yang mempunyai kemampuan akademik tinggi, demikian juga sebaliknya anggota kelompok dengan kemampuan akademik lebih tinggi melalui kegiatan tutorialnya pada siswa berkemampuan rendah, akan membuat pemahaman mereka terhadap konsep semakin baik, sehingga prestasi belajar mereka menjadi meningkat.

Pemaduan sintaks pembelajaran inkuiri dengan kooperatif STAD secara teoritis mampu menempatkan biologi sesuai dengan hakikat aslinya proses dan produk. Selain itu pemaduan kedua strategi ini berpotensi menolong siswa under achievment sejajar dengan siswa berkemampuan akademik di atasnya

POTENSI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DALAM MEMBERDAYAKAN PRESTASI BELAJAR SISWA UNDER ACHIEVMENT

POTENSI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

DALAM MEMBERDAYAKAN PRESTASI BELAJAR SISWA

UNDER ACHIEVMENT


(Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya: ISBN: 978-979-1553-85-0)


Oleh:

Baskoro Adi Prayitno



Abstrak: Kemampuan akademik siswa terklasifikasi menjadi siswa akademik atas, sedang, dan bawah. Sebagian besar orang meyakini, siswa akademik bawah (under achievment) selamanya berprestasi rendah. Sementara itu, prestasi belajar tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan akademik. Prestasi belajar lebih banyak ditentukan oleh waktu yang diberikan kepada siswa untuk belajar. Siswa akademik bawah dapat sejajar prestasi belajarnya dengan siswa akademik atas jika mereka diberikan waktu belajar yang mencukupi. Persoalannya, alokasi waktu belajar siswa di sekolah uniform bagi semua siswa. Akibatnya, profil prestasi belajar siswa berbentuk kurva normal. Siswa akademik bawah selamanya berprestasi rendah. Pembelajaran kooperatif berpotensi mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas. Sehingga, kegiatan remedial teaching yang faktanya di lapangan sekedar kegiatan re-test dapat diminimalkan.


Kata Kunci: Prestasi Belajar, Kemampuan Akademik, Pembelajaran Kooperatif


Prestasi belajar siswa merupakan salah satu indikator dari keberhasilan sebuah tujuan pembelajaran. Berbagai cara dilakukan oleh guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Namun, prestasi belajar siswa selalu terdistribusi dalam tiga kelompok, yaitu siswa berprestasi belajar tinggi, sedang, dan rendah. Siswa berprestasi belajar rendah sering dianggap sebagai siswa bodoh yang tidak tertolong lagi pretasi belajarnya. Sebagian besar orang meyakini, fenomena tersebut disebabkan karena perbedaan kemampuan akademik tiap-tiap siswa.

Sementara itu, Caroll (1965) dalam (Joyce dan Weil, 2000) menyatakan, prestasi belajar tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan akademik siswa. Prestasi belajar lebih banyak dipengaruhi oleh alokasi waktu yang diberikan kepada siswa untuk belajar. Siswa akademik atas membutuhkan waktu belajar lebih singkat untuk menguasai materi pelajaran. Sebaliknya, siswa akademik bawah membutuhkan waktu belajar lebih lama untuk menguasai materi pelajaran. Siswa akademik bawah dapat sejajar prestasi belajarnya dengan siswa akademik atas, jika mereka diberikan waktu belajar yang mencukupi. Persoalannya, sekolah mengalokasikan waktu belajar yang uniform bagi semua siswa tanpa melihat kemampuan akademik siswa individu per individu.

Remedial teaching sering digunakan oleh guru untuk menolong siswa akademik bawah agar mencapai ketuntasan minimal. Namun, karena keterbatasan waktu, remedial teaching berubah sekedar re-test. Siswa akademik bawah diberi kesempatan mengikuti re-test untuk mencapai ketuntasan minimal. Remedial teaching yang tadinya berpotensi memberikan waktu belajar yang mencukupi bagi siswa akademik bawah, menjadi kurang bermanfaat karena tergantikan oleh kegiatan re-test. Akibatnya, siswa akademik bawah jarang mencapai ketuntasan minimal.

Sementara itu, siswa akademik atas merasa frustrasi, karena dalam kegiatan belajar mengajar, mereka harus menunggu siswa akademik bawah menguasai materi pelajaran. Guru sering kali mengulang-ngulang materi pelajaran guna memberikan kesempatan bagi siswa akademik bawah untuk memahami materi pelajaran. Untuk mengatasi frustasi siswa akademik atas, beberapa guru memberikan pengayaan. Namun, pengayaan justru membuat siswa akademik bawah semakin frustrasi. Mereka merasa tertinggal jauh dalam penguasaan materi pelajaran dibandingkan siswa akademik atas.

Berdasarkan kesenjangan harapan dan kenyataan di atas, diperlukan solusi tepat tanpa harus melanggar aturan terkait waktu belajar yang uniform bagi semua siswa. Selain itu, solusi tersebut diharapkan dapat meminimalkan kegiatan remedial teaching.

Teori yang mendasari alternatif solusi mengacu pada teori Caroll yang menyatakan, prestasi belajar bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan akademik siswa. Prestasi belajar lebih banyak ditentukan oleh alokasi waktu yang diberikan pada siswa untuk belajar. Siswa berkemampuan akademik atas membutuhkan waktu belajar lebih singkat dalam menguasai materi pelajaran. Sedangkan, siswa akademik bawah membutuhkan waktu belajar lebih lama untuk menguasai materi pelajaran. Terkait hal tersebut, diperlukan pengkajian strategi pembelajaran yang berpotensi mensejajarkan prestasi siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas.

Tulisan ini bertujuan mengkaji pembelajaran apa yang paling tepat dalam mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas? Pembelajaran dimaksud yaitu pembelajaran kooperatif. Argumen yang mendasari pemilihan pembelajaran kooperatif dalam upaya mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas diuraikan lebih lanjut.

Pokok-pokok uraian pada tulisan ini yaitu, 1) Kemampuan akademik. Pada bagian ini, dibahas teori mengapa muncul variasi kemampuan akademik pada siswa? Selain itu, dibahas bagaimana meningkatkan kemampuan akademik siswa. 2) Konsep dasar pembelajaran kooperatif. Pada bagian ini, dibahas pengertian, manfaat, dan contoh sintaks pembelajaran kooperatif, dan 3) Bagaimana pembelajaran kooperatif dapat mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik atas dengan siswa akademik bawah?


KEMAMPUAN AKADEMIK

Kemampuan akademik siswa menurut Nasution (2000) diklasifikasikan menjadi tiga yaitu kemampuan akademik atas, sedang, dan bawah. Siswa akademik atas cenderung mempunyai prestasi belajar lebih tinggi dibandingkan dengan siswa akademik bawah. Siswa akademik atas oleh orang awam dikenal sebagai siswa pandai. Siswa akademik bawah oleh orang awam lebih dikenal sebagai siswa bodoh. Penggunaan istilah siswa pandai dan bodoh sesungguhnya kurang tepat. Pada bagian ini, dibahas teori mengapa muncul variasi kemampuan akademik pada siswa? dan bagaimana meningkatkan kemampuan akademik siswa?


Variasi Kemampuan Akademik

Istilah kemampuan akademik berkaitan dengan teori kecerdasan. Menurut Mulyasa (2004), teori kecerdasan sangat beragam. Salah satu teori kecerdasan yang dapat menjelaskan adanya variasi kemampuan akademik siswa adalah teori kecerdasan menurut Binet. Binet dalam (Mulyasa, 2004) menyatakan, usia biologis tidak selamanya linier dengan usia mental seseorang seperti dinyatakan oleh Piaget. Piaget membagi perkembangan intelektual manusia menjadi tahap, (1) sensori motor (0-2 tahun), (2) pra-operasional (2-7 tahun), (3) operasional konkret (7-11 tahun), dan (4) operasional formal (11 tahun ke atas). Kenyataanya, menurut Binet kecerdasan seorang anak mungkin lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan usia biologisnya. Misalnya, seorang anak berumur 10 tahun ada yang sudah mampu mengerjakan tugas anak umur 15 tahun. Sebaliknya, anak umur 15 tahun ada yang tidak mampu mengerjakan tugas anak umur 10 tahun.

Di sekolah, anak terdistribusi dalam kelas dengan usia yang tidak jauh berbeda (kalau tidak boleh dikatakan sama). Pembagian ini barangkali dilandasi oleh teori perkembangan intelektual yang didasarkan usia kronologis oleh Piaget. Meskipun mereka mempunyai usia kronologis yang sama namun sesungguhnya mereka mempunyai usia mental (kecerdasan) yang berbeda satu sama lain. Penelitian oleh Caroll (1965) dalam (Joyce dan Weil, 2000) menyatakan, jika siswa didistribusikan secara normal dan mereka diberikan pembelajaran dengan kualitas dan waktu belajar yang sama maka capaian hasil belajar siswa terdistribusi dalam bentuk kurva normal. Siswa terdistribusi dalam tiga kelompok yaitu, siswa dengan hasil belajar rendah, sedang, dan tinggi.

Nasution (2000) menyatakan, kemampuan akademik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Variasi kemampuan akademik siswa di dalam kelas dapat diklasifikasikan menjadi siswa berkemampuan akademik atas, sedang, dan rendah. Pemberian pengalaman belajar yang sama pada siswa akan menghasilkan prestasi belajar yang berbeda, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan akademik.


Meningkatkan Kemampuan Akademik Siswa

Banyak orang percaya variasi kemampuan akademik siswa terkait dengan permasalahan genetis yang tidak bisa dirubah. Anak berkemampuan akademik bawah selamanya menunjukkan prestasi belajar rendah. Sebaliknya, anak berkemampuan akademik tinggi selamanya akan menunjukkan prestasi belajar tinggi. Sementara itu, Caroll dalam (Joyce dan Weil, 2000) menyatakan, keberhasilan belajar bukan hanya ditentukan oleh kemampuan akademik (kecerdasan) siswa semata. Keberhasilan belajar lebih banyak ditentukan oleh alokasi waktu yang disediakan kepada siswa untuk belajar. Siswa akademik bawah dapat menyamai prestasi belajar siswa akademik atas jika mereka diberikan waktu belajar yang mencukupi.

Kegiatan pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan waktu yang diperlukan siswa untuk belajar. Selain itu, pembelajaran akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa jika pembelajaran tersebut mampu memberikan pengalaman fisik secara langsung, pengalaman logiko matematik, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan kegiatan transmisi sosial dengan siswa-siswa yang lain. Selain itu, pembelajaran akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa jika pembelajaran tersebut mampu merangsang kemampuan pengaturan diri sendiri.


PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Bagian ini membahas pengertian, manfaat, dan sintaks pembelajaran kooperatif sederhana (STAD) dan kooperatif kompleks (GI) sebagai contoh. Pembaca dapat mengkaji untuk contoh tipe-tipe kooperatif yang lain.


Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Istilah cooperative learning menurut Lie (2008) sepadan dengan pembelajaran kooperatif dalam bahasa Indonesia. Falsafah dasar pembelajaran kooperatif adalah homo homini socius yaitu falsafah yang memandang kerjasama antar manusia merupakan kebutuhan dasar manusia. Tejada (2002) dan Slavin (2005) menyatakan, pembelajaran kooperatif menuntut siswa bekerja dalam kelompok kecil dan saling membantu untuk mempelajari materi pelajaran. Fong (2007) menyatakan, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok kecil. Mereka bekerja sama dalam kelompok kecil tersebut untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif mempunyai karater berbeda dengan pembelajaran kelompok tradisional. Menurut Lie (2008) dan Tejada (2002), karakter pembelajaran kooperatif yaitu, (1) saling ketergantungan positif di antara anggota kelompok. Keberhasilan kelompok tergantung pada usaha setiap anggotanya, (2) tanggung jawab individu dan kelompok. Kelompok bertanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama, setiap individu bertanggung jawab atas pekerjaannya masing-masing, (3) interaksi yang baik. Anggota kelompok bekerja sama untuk memahami materi dengan saling memberikan dukungan dan bantuan, (4) adanya keterampilan interpersonal dan kelompok. Pembelajaran kooperatif mendorong terjadinya pembelajaran keterampilan sosial seperti kepemimpinan, pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, dan penanganan konflik, (5) anggota kelompok berdiskusi satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif terdiri dari berbagai tipe. Tipe-tipe pembelajaran kooperatif antara lain Student Team-Achievement Divisions (STAD), Team-Game-Tournaments (TGT), Team-Assisted Individualization (TAI), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Group Investigation (GI), CO-OP CO-OP, Jigsaw, dan Complex Instruction (Lie 2008; Slavin, 2005). Lie (2008) menyatakan, perbedaan tipe pembelajaran kooperatif terletak pada perbedaaan sintaks pembelajarannya. Namun, karakter pembelajaran kooperatif tetap sama.

Menurut Slavin (2005), gagasan kooperatif adalah memotivasi siswa agar saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi pelajaran. Siswa dibiasakan untuk saling mendukung teman satu timnya untuk melakukan yang terbaik dan menunjukkan norma bahwa belajar itu penting. Menurut Moraga dan Rhan (2009), pembelajaran kooperatif didasarkan asumsi belajar akan bermakna apabila siswa aktif bekerja sama dan berbagi ide dengan siswa lainnya dalam menyelesaikan masalah.


Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Hasil penelitian tentang manfaat pembelajaran kooperatif banyak yang telah dilaporkan. Fong (2007) menyatakan, lebih dari 500 penelitian menyimpulkan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar dan keterampilan sosial siswa. Meta analisis terhadap 122 penelitian mulai tahun 1924-1980 menunjukkan, pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar, keterampilan sosial, dan keterampilan berpikir dibandingkan model pembelajaran kompetitif dan individu. Newman dan Thompson (1987) dalam (Amstrong, 1998) menyatakan, pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada sekolah rendah. Slavin (2005) menyatakan, studi terhadap 29 penelitian melibatkan kooperatif menunjukkan pengaruh positif yang konsisten terhadap prestasi belajar dan partisipasi siswa. Pembelajaran kooperatif dapat membentuk sikap menerima berbagai perbedaan seperti perbedaan ras, agama, budaya, kelas sosial, dan kemampuan akademik. Pembelajaran kooperatif tidak membeda-bedakan teman dalam bekerja sama. Pembelajaran kooperatif dapat mengajarkan keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan kerjasama dan kolaborasi diperlukan dalam kehidupan nyata di masyarakat dengan budaya yang beragam (Slavin, 2005).

Ibrahim, et al. (2000) mengemukakan ada tiga manfaat utama pembelajaran kooperatif, 1) Meningkatkan hasil belajar akademik. Para ahli pendidikan berpendapat, bahwa strategi ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Hal ini didukung ungkapan Lord (2001) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar akademik siswa. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu. Efek penting dari pembelajaran kooperatif adalah terbentuk sikap menerima adanya perbedaan ras, agama, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Hal ini didukung oleh Lord (2001) dan Dumas (2003) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif tidak membeda-bedakan teman dalam bekerja sama. 3) Pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif dapat mengajarkan keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting dalam kehidupan di masyarakat dalam budaya yang sangat beragam. Hal ini didukung oleh Lord (2001); Dumas (2003); Tejada (2002) mengemukakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan sosial.


Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Sintaks pembelajaran kooperatif berbeda-beda tergantung tipe kooperatifnya. Namun demikian, semua tipe pembelajaran kooperatif tetap mengacu pada karakter dasar pembelajaran kooperatif yaitu, (1) saling ketergantungan positif di antara anggota kelompok. (2) tanggung jawab individu dan kelompok. (3) interaksi antar anggota kelompok yang baik, anggota kelompok bekerja sama untuk memahami materi dengan saling memberikan dukungan dan bantuan, (4) adanya keterampilan interpersonal dan kelompok dan, (5) anggota kelompok berdiskusi satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan bersama.

Sebagai contoh pada tulisan ini dibahas dua sintaks pembelajaran kooperatif STAD (Student Team-Achievement Divisions) dan kooperatif GI (group investigation). Kooperatif STAD mewakili contoh tipe kooperatif sederhana dan kooperatif GI mewakili contoh tipe kooperatif kompleks. Dari kedua contoh sintaks tersebut diharapkan pembaca dapat melihat kesamaan karakter dasar dari dua tipe pemebelajaran kooperatif berbeda.

Menurut Slavin (2005), sintaks kooperatif STAD terdiri dari lima fase yaitu, (1) fase I: presentasi kelas, (2) fase II: kerja kelompok, (3) fase III: kuis dan skor kemajuan kelompok, dan (4) fase IV: penghargaan kelompok. Fase I: presenstasi kelas, guru mempresentasikan materi yang mendukung kegiatan diskusi siswa. Pengajaran yang digunakan berupa pengajaran langsung atau diskusi yang dipimpin oleh guru. Fase II: kerja kelompok, para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota empat atau lima orang siswa. Pembagian kelompok mempertimbangkan keragaman siswa seperti, kemampuan akademik, jenis kelamin, etnis, agama, dan status sosial. Fungsi kelompok memastikan semua anggotanya benar-benar belajar. Setelah guru menyampaikan materi melalui ceramah atau diskusi, siswa berkumpul sesuai kelompoknya untuk mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru. Fase III: kuis dan skor kemajuan kelompok, setelah satu atau dua periode pembelajaran, siswa diberikan kuis individu. Siswa tidak diperbolehkan saling membantu dalam mengerjakan kuis. Setiap anggota kelompok memberikan sumbangan poin terhadap keberhasilan kelompok berdasarkan hasil kuis individunya. Fase IV: penghargaan kelompok, kelompok mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.

Strategi kooperatif GI atau kelompok penyelidikan, merupakan strategi kooperatif yang paling kompleks. Strategi ini cocok digunakan untuk proyek yang terintegrasi dalam memecahkan suatu masalah. Dalam strategi kooperatif GI, siswa merencanakan sendiri topik yang akan diselidiki dari tema umum yang diberikan oleh guru dan selanjutnya menentukan sendiri cara melakukan penyelidikannya. Komunikasi dan kerjasama yang baik antar anggota kelompok sangat dipentingkan. Peranan guru di sini adalah sebagai nara sumber dan fasilitator. Strategi kooperatif GI digunakan untuk melatih berbagai kemampuan siswa antara lain, sintesis, analisis, dan mengumpulkan informasi/data untuk memecahkan suatu permasalahan. Dengan demikian strategi kooperatif GI ini dapat digunakan untuk melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa (Slavin, 2005; Ibrahim et al., 2000). Disebutkan juga strategi kooperatif ini ideal untuk pembelajaran materi sejarah, kebudayaan, atau biologi.

Tahapan-tahapan pelaksanaan strategi kooperatif GI adalah sebagai berikut (Slavin, 2005), 1) membentuk kelompok dan identifikasi topik. Siswa membentuk kelompok dari siswa yang memiliki interes yang sama namun heterogen. Kelompok mengiden-tifikasi topik-topik yang akan dilakukan investigasinya, 2) perencanaan kegiatan kelompok. Siswa bersama-sama merencanakan segala sesuatu untuk melaksanakan investigasi sesuai dengan topik yang dipilihnya, misalnya metode yang dipilih, tujuan yang ingin dicapai, dan lain sebagainya, 3) melakukan investigasi, 4) siswa bersama-sama mengumpulkan informasi/data, melakukan analisis data, dan menentukan simpulan. Siswa menganalisis hasil investigasinya, membahas, serta mensintesis ide-ide, 5) Perencanaan laporan akhir. Kelompok merencanakan laporan hasil investigasi dan mempersiapkan presentasi, 6) Presentasi laporan akhir. Laporan dipresentasikan di hadapan kelas. Audien me-nanggapi presentasi, 7) Evaluasi. Siswa dan guru melakukan umpan balik terhadap apa yang telah dilakukan siswa. Penilaian terhadap siswa lebih ditekankan pada kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Dari kedua contoh sintaks di atas terlihat dengan jelas meskipun terlihat berbeda tetapi keduanya mempunyai karakteristik yang sama yaitu, (1) saling ketergantungan positif di antara anggota kelompok. (2) tanggung jawab individu dan kelompok. (3) interaksi antar anggota kelompok yang baik, (4) adanya keterampilan interpersonal dan kelompok dan, (5) anggota kelompok berdiskusi satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan bersama.


POTENSI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DALAM MENSEJAJARKAN PRESTASI BELAJAR SISWA AKADEMIK BAWAH DENGAN SISWA AKADEMIK ATAS

Pembelajaran kooperatif dewasa ini sudah dikenal dengan baik oleh guru. Kajian tentang manfaat pembelajaran kooperatif terkait peningkatan prestasi belajar dan keterampilan sosial banyak yang telah dikaji. Namun, kajian tentang potensi pembelajaran kooperatif dalam mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas merupakan topik yang menarik dan jarang dibahas. Pada tulisan ini, dibahas “bagaimana pembelajaran kooperatif dapat mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik atas dengan siswa akademik bawah?” Kajian pada tulisan ini terbatas pada kajian deduktif. Pembuktian kebenaran secara induktif (empirik) terhadap kemampuan pembelajaran kooperatif dalam mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas perlu dibuktikan melalui penelitian eksperimen yang berkesinambungan.

Salah satu permasalahan penting dalam pembelajaran adalah usaha mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas. Selama ini, prestasi belajar siswa terdistribusi dalam kurva normal. Siswa terbagi menjadi tiga kelompok yaitu, siswa akademik atas, tengah, dan bawah. Sebagian orang meyakini, siswa akademik bawah selamanya akan berprestasi rendah.

Berdasarkan teori belajar tuntas, siswa akademik bawah dapat sejajar prestasi akademiknya dengan siswa akademik atas. Prestasi belajar tidak semata-mata ditentukan oleh kecerdasan siswa. Prestasi belajar lebih banyak dipengaruhi oleh alokasi waktu yang diberikan kepada siswa untuk belajar. Siswa akademik atas membutuhkan waktu belajar lebih singkat untuk menguasai materi pelajaran dibandingkan dengan siswa akademik bawah. Siswa akademik bawah dapat sejajar prestasi belajarnya dengan siswa akademik atas apabila mereka diberikan waktu belajar yang mencukupi. Sementara itu, sekolah memberikan alokasi waktu belajar yang uniform bagi semua siswa. Akibatnya, prestasi belajar siswa selalu terdistribusi dalam bentuk kurva normal. Strategi pembelajaran yang tepat untuk mengangkat prestasi belajar siswa akademik bawah agar sejajar dengan siswa akademik atas sangat diperlukan.

Pembelajaran kooperatif berpotensi mampu mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas. Menurut Slavin (2005), gagasan kooperatif STAD adalah memotivasi siswa agar saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi pelajaran. Siswa dibiasakan untuk saling mendukung teman satu timnya untuk melakukan yang terbaik dan menunjukkan norma bahwa belajar itu penting. Pembelajaran kooperatif didasarkan asumsi belajar akan bermakna apabila siswa aktif bekerja sama dan berbagi ide dengan siswa lainnya dalam menyelesaikan masalah.

Pembelajaran kooperatif menuntut siswa dalam satu tim saling membelajarkan satu sama lain. Siswa akademik atas berperan sebagai tutor bagi siswa akademik bawah. Tutorial sebaya terbukti efektif memberdayakan prestasi siswa, karena teman sebaya biasanya memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Siswa akademik atas juga akan meningkat prestasi belajarnya, karena siswa akademik atas dalam proses tutorialnya memberikan pelayanan yang akan mengasah ketajaman pengetahuannya. Kegiatan saling membelajarkan memberikan waktu belajar yang cukup bagi siswa akademik bawah melalui tutorial siswa akademik atas. Sehingga permasalahan perbedaan waktu belajar sebagai salah satu penentu prestasi belajar sebagaimana teori Caroll dapat teratasi. Sehingga, pembelajaran kooperatif berpotensi mampu mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dengan siswa akademik atas.


SIMPULAN

Simpulan tulisan ini adalah siswa akademik bawah perlu diberdayakan prestasi belajarnya agar sejajar dengan siswa akademik atas. Kata kunci memberdayakan prestasi belajar siswa akademik bawah adalah pemberian waktu belajar yang mencukupi bagi mereka untuk belajar. Persoalannya, sekolah memberikan alokasi belajar yang uniform bagi semua siswa. Sehingga, prestasi belajar siswa akademik bawah senantiasa terpuruk. Pelibatan tutor sebaya dalam setting pembelajaran kooperatif secara teoritis mampu mengatasi permasalahan perbedaan waktu belajar antar individu-individu siswa. Siswa akademik bawah melalui tutorial siswa akademik atas dapat memberikan waktu belajar yang mencukupi bagi mereka. Sebaliknya, kegiatan tutorial bagi siswa akademik atas dapat memantabkan pengetahuan mereka dengan lebih baik. Sehingga, Pembelajaran kooperatif berpotensi mampu mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik atas dan bawah. Sehingga, kegiatan remedial teaching dapat diminimalkan.


SARAN

Tulisan ini merupakan kajian deduktif tentang potensi pembelajaran kooperatif dalam mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dan atas. Perlu penelitian eksperimental untuk menguji keefektifannya dalam mensejajarkan prestasi belajar siswa akademik bawah dan atas.


DAFTAR PUSTAKA


Amstrong, S. 2008. Student Teams Achievement Divisions (STAD) in A Twelfth Grade Classroom: Effect on Student Achievement and Attitude. Journal of Social Studies Research, Vol 3, No. 1, (Online), (http://findarticles.com/ articles/miqa3823/is199804/, diakses 27 Februari 2009)

Dumas. A. 2003. Cooperative Learning Response to Diversity, (Online), (http://www.cde.ca.gov/iasa/cooplrng2.html, diakses 26 April 2008).

Fong, H. F. 2007. Exploring The Effectiveness of Cooperative Learning as A Teaching and Learning Strategy in The Physics Classroom. Proceedings of The Redesigning Pedagogy: Culture, Knowledge, and Understanding, Singapura, 28-30 Mei.

Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press.

Joyce, B. and Weil, M. 2000. Models of Teaching. 5th Ed. Boston: Allyn and Bacon.

Lie, Anita. 2009. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Gramedia: Jakarta

Moraga, R & Rahn, R. 2009. Studying Knowledge Retention through Cooperative Learning in An Operations Research Course. Journal of Engineering Education, 92 (1): 7-25.

Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda Karya.

Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. London: Allymand Bacon.

Tejada, C. 2002. Define and Describe Cooperative Learning, (Online), (http://condor.admin.ccny.cuny.edu/-eg9306candy%20research.htm, diakses 26 April 2008)